Seusai Membaca Dua Buku Soe Hok Gie (1) -->

Advertisement

Seusai Membaca Dua Buku Soe Hok Gie (1)

Latif Fianto
Friday, March 8, 2019


Saya baru saja menyelesaikan dua buku Soe Hok Gie: Di Bawah Lentera Merah dan Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan. Seorang dosen yang saya kagumi menganjurkan untuk membacanya, dan langsung meminjamkan dua buku tersebut. Cukup lama untuk tertarik membaca dua buku itu, tetapi akhirnya saya selesaikan juga. Selain karena alasan ingin mengetahui isinya, saya merasa tidak enak apabila dengan senang hati seseorang meminjamkan bukunya, lalu saya kembalikan lagi tanpa saya sentuh sekali pun. Lalu, kalau dosen saya itu tanya, "Sudah dibaca bukunya?", saya merasa berdosa apabila hanya demi menaikkan reputasi diri di depan dosen saya jawab, "Ya, sudah selesai."
Tetapi, terlepas dari asalan-alasan itu, paling tidak saya sedikit tahu bagaimana proses munculnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Setidaknya, dari dua buku  itu saya memperoleh gambaran yang sedikit lebih jelas daripada apa yang selama ini saya raba. Terjadinya instabilitas sosial dan ekonomi waktu itu, sekitar tahun 1900-an, sangat diterima oleh akal sebagai penyebab lahirnya gerakan-gerakan sosial Sarekat Islam Semarang. Lahirnya gerakan tersebut tidak dilatarbelakangi oleh teori-teori Marxisme tentang tiadanya kelas, tetapi kerena memang keadaan sosial waktu itu yang menuntut masyarakat, yang dimotori Semaun dengan Sarekat Islam Semarangnya, melakukan gerakan-gerakan perlawanan.
Lahan-lahan perkebunan yang waktu itu disewa lali dibeli oleh pemerintah Hindia-Belanda, yang kemudian lebih banyak ditanami tebu, menjadikan masyarakat lokal kehilangan kesempatan untuk menikmati hasil bumi sendiri. Upah-upah tidak sebanding dengan kerja keras yang dilakukan. Banyak masyarakat yang terkena penyakit pes, penyakit yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang kotor dan menjadi sarang tikus. Kondisi demikian menjadi pecut luar biasa bagi sekelompok aktivis waktu itu untuk melakukan perlawanan, yaitu dengan cara mogok kerja dan menuntut adanya perbaikan-perbaikan yang bisa mendatangkan kesejahteraan masyarakat.
Perlawanan atau gerakan-gerakan Sarekat Islam Semarang (SIM) yang belum maksimal memunculkan gagasan untuk membuat organisasi khusus yang mengurusi gerakan buruh. Mereka mendirikan ISDV yang kemudian, seiring berkembangnya pola gerakan dan kondisi sosial, atas saran dan masukan dari orang-orang tertentu, semacam Snevleet dan beberapa yang lain, SIM mendirikan organisasi Komunis, yang secara spesifik kemudian dinamakan Partai Komunis Indonesia.
Ini merupakan ingatan-ingatan yang masih tersisa saat membaca dua buku tersebut. Meskipun tidak didasarkan pada ingatan data yang kuat, karena saat menulis ini saya sedang tidak memegang dua buku tersebut, tapi ini merupakan sedikit pandangan saya atas lahirnya PKI, yang hingga kini menjadi semacam hantu gentayangan yang sangat ditakuti kelahirannya kembali. Saya sendiri, masih meragukan PKI dengan Fron Nasionalnya sebagai pembangkang yang secara mutlak harus dibenci seumur hidup bahkan hingga turun temurun. Bahkan sebagian besar masyarakat, atas alasan-alasan tertentu tidak mau membuka kembali dokumen-dokumen sejarah, yang paling tidak, bisa menjadi alasan untuk peduli pada jalannya sejarah. Ini bukan maksud untuk kembali pada masa lalu, tapi setidaknya, kepedulian pada jalan sebenarnya dari masa lalu tidak membutakan mata hati kita dalam melihat masa lalu.